Ngawi – Angka prevalensi stunting di Kabupaten Ngawi menunjukkan tren penurunan signifikan. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024, prevalensi stunting tercatat sebesar 11,4%, turun dari 14% pada tahun 2023. Penurunan ini menjadi bukti bahwa upaya percepatan penanggulangan stunting yang dilakukan secara terintegrasi mulai membuahkan hasil.
Terbaru, pada bulan Februari 2025, pengukuran melalui data EPPGBM mencatat prevalensi stunting sebesar 10,12% dengan jumlah balita stunting sebanyak 4.005 anak. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai intervensi yang dilakukan Pemkab Ngawi bersama seluruh mitra lintas sektor berhasil menyasar langsung akar permasalahan.
Faktor utama penyebab masih adanya stunting di Kabupaten Ngawi meliputi kurangnya asupan gizi selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), pola asuh yang belum tepat, buruknya sanitasi dan akses air bersih, serta faktor sosial dan pendidikan.
Pemerintah Kabupaten Ngawi telah menetapkan berbagai regulasi dan aksi nyata untuk mempercepat penurunan angka stunting, termasuk melalui Rembuk Stunting Kabupaten, Kecamatan, hingga Desa. Salah satu strategi unggulan adalah penguatan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di semua tingkatan serta penganggaran terintegrasi lintas OPD melalui koordinasi Bappeda.
Berbagai inovasi berbasis desa juga menjadi sorotan nasional. Salah satunya adalah inovasi "Pande Gemati" (Penanganan Terpadu Desa Gempol Atasi Stunting) yang mewakili Provinsi Jawa Timur dalam kompetisi nasional dan berhasil meraih peringkat enam terbaik tingkat nasional.
Gerakan seperti "Subuh Bergerak", "Berkat Warung", dan program Orang Tua Asuh (OTA) turut menjadi motor penggerak. Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 1.278 balita stunting dan ibu hamil KEK telah mendapatkan pendampingan langsung melalui program OTA, meningkat pesat dari 485 orang pada tahun sebelumnya.
Nugraha ningrum, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Ngawi, menyatakan: “Penurunan angka stunting ini adalah hasil kerja kolektif seluruh komponen di Kabupaten Ngawi — dari desa hingga kabupaten, dari ibu kader Posyandu hingga pimpinan OPD. Inovasi dan gerakan sosial yang lahir dari masyarakat menjadi kunci keberhasilan. Namun, perjuangan belum selesai. Ke depan, kami terus mendorong konsistensi, kolaborasi, serta memperluas jangkauan intervensi gizi dan edukasi keluarga.”
Dengan semangat kolaboratif dan pendekatan berbasis komunitas, Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa penanganan stunting bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang membangun masa depan anak-anak yang lebih sehat dan kuat.(Yn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar