DEWAN KESENIAN DAN KEBUDAYAAN NGAWI GELAR ACARA TADARUS BUDAYA: “GERAKAN EKSISTENSI KULTUR AGRARIS DI TENGAH PRAGMATISME” - Jurnal Faktual News

DEWAN KESENIAN DAN KEBUDAYAAN NGAWI GELAR ACARA TADARUS BUDAYA: “GERAKAN EKSISTENSI KULTUR AGRARIS DI TENGAH PRAGMATISME”

Share This

 




JURNALFAKTUALNEWS.COM | Bertempat di pendapa Kabupaten Ngawi, 2 April 2024, Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi menggelar acara Tadarus Budaya berupa diskusi dengan tajuk “Gerakan Eksistensi Kultural Agraris di Tengah Pragmatisme”. Diskusi yang berlangsung dengan santai, komunikatif dan jauh dari suasana formal ini menghadirkan lima narasumber sebagai pemantik diskusi, yakni: Bp. Ony Anwar Harsono, S.T, M.H (Bupati Ngawi), Dr. Dwi Rianto Jatmiko (Wakil Bupati Ngawi), Dr. Tjahjono Widijanto, M.Pd. (Sastrawan/ Budayawan Nasional dan Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi), Wahyudi (Aktivis pertanian) dan Dr. Arsad Ragandi, S.IP, M.Si (Koite Penelitian dan Pengkajian Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi).


Dalam diskusi yang penuh kekraban itu yang dihadiri oleh sekitar 80 orang peserta dari seniman (pekerja seni), komunitas-komunitas petani, kelompok sadar wisata, komunitas-komunitas sejarah,  komunitas penulis dll didiskusikan gagasan-gagasan bagaimana merayakan dan mengembalikan kembali kecintaan budaya agraris (sawah, pertanian  dan pangan) melaui jalur budaya.


Pada diskusi itu, Wahyudi,  seorang aktivis  pertanian yang  inovatif dan kreatif asal Ngawi, yang telah melakukan berbagai pendampingan pada komunitas-komunitas tani di berbagai daeah di Indonesia mengatakan bahwa kegiatan bertani tidak sekedar kegiatan yang mengedepankan produksi dan semata-mata berorientasi pada kalkulasi untung dan rugi dalam segi perekonomian tapi lebih dari itu merupakan tindak “budi dan daya” yang memandang pertanian sebagai keharmonisan lingkungan dan keberlanjutan kebudayaan. Wahyudi memperkenalkan konsep pemberdayaan yang disebutnya sebagai “Karang Kitri”. 



Sedangkan Tjahjono Widijanto dalam pemantiknya menyampaikan bahwa kebudayaan agraris menuntut  tercapainya  kedaulatan pangan. Pada dasarnya khittah kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Artinya, kedaulatan pangan sangat menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada. Kedaulatan pangan bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi juga merupakan cerminan dari identitas dan keberagaman budaya yang memperkaya peradaban kita. Dengan pendekatan  budaya dapat dibangun sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan untuk masa depan atau paling tidak menumbuhkan kesadara betapa mulia dan dahsyatnya kebudayaan agraris kita.Dalam perspektif kebudayaan sistem pangan seharusnya didirikan di atas realitas keragaman kita, di atas “budaya-budaya” bertani yang berbeda-berbeda, khas, spesifik lokasi dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan tradisional over the millenia. Tjahjono Widijanto juga melontarkan gagasan perluanya dibuat  peristiwa budaya yang berupa kegiatan seni penyadaran dengan berfokus pada budaya agraris. Sedangkan Arsad Ragandi, menambahkan perlunya dirancang festival kesenian kebudayaan yang mengajak kembali kaum milenial untuk kembali mencintai dan menghargai pertanian sawah, dan pangan. Festival yang mengoburasikan cabang-cabang seni dengan mefokuskan pada tema-tema tentang pangan dan pertanian.


Wakil Bupati, Dr. Riyanto Jatmiko, dalam pemantiknya mengaskan pula bahwa Transformasi sistem pangan harus dimulai dari  cara pandang terhadap pangan. Perlu dilakukan eksplorasi lebih jauh keanekaragaman sumber-sumber pangan kita, melakukan inovasi dan melihat praktik-praktik budaya masyarakat kita yang beragam dalam produksi pangan, keluar dari jebakan ekonomi komoditas tersebut, sekaligus pula mengajak generasi milenal untuk mencintai atau paling tidak mengapresiasi eksistensi budaya agraris kita melalui penyadaran kebudayaan. Wakil Bupati Ngawi ini juga berharap agar Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi dapat memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Kabupaten Ngawi dalam berbagai hal dari sudut pandang kebudayaan.


Sedangkan Bupati Ngawi, Ony Anwar Harsono sebagai keynot speaker dalam acara diskusi itu menyampaikan bahwa  dalam kedaulatan pangan mencakup  hak terhadap pangan, akses terhadap sumber-sumber daya produktif, pengarusutamaan produksi yang ramah lingkungan (agro-ecological production) dan suistanable. .Bertani tidak sekedar berproduksi tetapi lebih dari itu bisa disikapi sebagai laku ibadah yang membahagiakan baik membahagiakan diri sendiri maupun alam dan lingkungan sosialnya. Pak Bupati juga mendukung sepenuhnya upaya-upaya melalui jalur budaya untuk meneguhkan kembali eksistensi kultur agraris di Ngawi. Belaiu juga memberikan apresiasi kepada Dewan Kesenian dan Kebudayaan yang memberikanperhatian dan ide-ide untuk merayaakan dan mengajak kembali masyarakat mencintai petani, mencintai pangan, dan mencintai kultur agraris.


Akhirnya kegiatan tadarus budaya menghasilkan sebuah kesepakatan bersama bahwa Dewan Kesenian dan Kebudayaan Ngawi akan menginisiasi dan peristiwa atau kegiatan kebudayaan yang berupa festival agraris apapun namanya yang akan dilaksankan secara kontinyu, ajeg dan berkesinambungan dengan melibatkan potensi-potensi yang ada di Kabupaten Ngawi. Festival yang berupa kesenian penyadaran dengan focus utama pada budaya agraris.(red) 

Tidak ada komentar:

Pages